JAKARTA - 18.000 Karyawan Perhutani merasa keberatan dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang menetapkan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) pada sebagian hutan negara pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Pulau Jawa dan Pulau Maduras, ehingga bermaksud menolak pemberlakuannya.
Demikian salah satu kesimpulan yang mengemuka dalam Rapat Kerja (Raker) Dewan Pengurus Wilayah Serikat Karyawan (DPW Sekar) Perhutani Jawa Tengah di Semarang, Selasa (12/4/2022) malam.
Baca juga:
IKN Tingkatkan Taraf Pendidikan Warga Kaltim
|
Ketua DPW Sekar Perhutani Jateng Ahmad Arief Subarna menyampaikan kepada ANTARA di Semarang, Rabu dini hari, menyebutkan alasan utama penolakan tersebut, antara lain, menyangkut kekhawatiran tentang kelangsungan kelestarian kawasan hutan di Jawa serta menyangkut kelangsungan pekerjaan sebagai penopang hidup para karyawan sendiri.Suasana raker yang berlangsung dinamis dan nyaris memanas oleh adu argumen antarpeserta dalam menentukan pilihan sikapnya itu kemudian dapat menyusun sejumlah rekomendasi kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Sekar Perhutani agar mau bersikap.
1. DPW Sekar Perhutani Jawa Tengah menilai Keputusan Menteri LHK Nomor SK 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tanggal 5 April 2022 tentang Penetapan KHDPK pada Sebagian Hutan Negara yang Berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten cacat demi hukum.
Baca juga:
CMMI Sebut Gubernur Gagal Membangun NTB
|
2. DPP Sekar Perhutani segera melakukan gugatan PTUN, maksimal 90 hari setelah SK 287 diterbitkan.
3. Sambil menunggu proses gugatan hukum, pelaksanaan SK 287 melalui proses masa transisi karena menyangkut SDM dan aset perusahaan. Hal ini agar disampaikan DPP Sekar Perhutani saat audiensi dengan DPR RI, Kementerian BUMN, dan Kementerian LHK.
4. DPP Sekar Perhutani segera mengagendakan penyampaian pendapat umum di Jakarta paling lambat pada bulan Mei 2022.Demikian butir-butir permintaan sikap dari DPW Sekar Perhutani Jateng kepada DPP Sekar Perhutani dalam acara Rapat Kerja DPW Sekar Perhutani Jateng yang diketuai Ahmad Arief Subarna.
SK KHDPK Pada hari Selasa, 5 April 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan (SK) dengan nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022.Kawasan hutan yang dimaksud dalam SK Menteri tersebut adalah seluas 1.103.941 hektare yang terdiri atas seluas 202.988 hektare di Provinsi Jawa Tengah, yang masing-masing berupa kawasan hutan produksi seluas 136.239 hektare dan kawasan hutan lindung seluas 66.749 hektare.
Di Provinsi Jawa Barat seluas 338.944 hektare yang terdiri atas seluas 163.427 hektare berupa kawasan hutan produksi dan seluas 175.517 hektare kawasan hutan lindung.Selanjutnya penetapan KHDPK di Provinsi Banten seluas 59.978 hektare yang berada di kawasan hutan produksi seluas 52.239 hektare dan di kawasan hutan lindung seluas 7.740 hektare.Sementara itu, di Provinsi Jawa Timur penetapan KHDPK seluas 502.023 hektare, yakni berupa kawasan hutan produksi seluas 286.744 hektare dan kawasan hutan lindung seluas 215.288 hektare.
Disebutkan pula bahwa seluruh kawasan hutan di sejumlah provinsi di Jawa dan Madura yang ditetapkan SK tersebut sebagai KHDPK saat ini berada dalam sistem pengelolaan oleh Perum Perhutani selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dengan demikian, fungsi SK tersebut adalah untuk meminta lagi kawasan hutan negara dari tangan pengelolanya saat ini yang notabene perusahaan negara.
Ahmad Arief Subarna menilai situasi itu sangat potensial untuk timbulkan beragam implikasi, salah satu yang terdampak langsung dan seketika tentu saja nasib ribuan karyawan Perhutani.
"Mereka kini sedang dihadapkan dengan kemungkinan masa depan yang sangat gelap, baik bagi dirinya sendiri maupun kelangsungan hidup keluarganya, berpotensi suram, " kata Ahmad.
Ia menyebutkan saat ini terdapat sekitar 18.000 karyawan Perhutani yang bekerja di kawasan hutan negara seluas 2, 4 juta hektare.Apabila seluas 1, 1 hektare kemudian diminta lagi oleh pihak Kementerian LHK, akan ada ribuan karyawan, khususnya di level mandor dan mantri hutan yang akan kehilangan lahan tempatnya bekerja, dilansir dari ANTARA.(***)